body{display:block; -khtml-user-select:none; -webkit-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; -o-user-select:none; user-select:none; unselectable:on;}

Thursday 2 April 2015

Memahami Pasangan

Manusia adalah makhluq yang lemah, tidak sempurna sehingga memiliki kekurangan dan kelebihan demikian pula dalam rumah tangga. Sesuai dalam Al-qur'an surat An-nisa 28 Allah swt berfirman : "Allah hendak memberi keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah." Masing-masing anggota keluarga harus saling mengerti dan memahami agar keluarga tetap harmonis. Untuk bisa mengerti dan memahami antar anggota keluarga maka dibangun suatu komunitas yang baik. Seperti bisa dilihat dari kisah Nabi Ibrahim dengan istrinya Sharoh. Pada pernikahannya yang berumur cukup lama, keduanya belum dikaruniai seorang putra, namun dengan komunikasi yang baik sang istri, Sharoh mempersilakan Nabi Ibrahim untuk menikah lagi, dan akhirnya Nabi Ibrahim menikah dengan Hajar. Tidak berapa lama, Sharoh pun dikaruniai seorang putra bernama Ishaq. Sharoh sempat kaget dengan kehamilannya karena dia berfikir bahwa dirinya mandul. Itulah hikmah dari kebaikan hati seseorang, kebaikan seorang istri sholihah.

Dalam berkeluarga, terutama pasangan suami istri semakin lama usia pernikahan seseorang maka semakin banyak kekuangan yang tampak bahkan kadang kelebihan yang dimiliki pasangan tertutup sehingga mudah sekali percekcokan terjadi, dari masalah sepele berubah menjadi masalah yang besar. Kadang percekcokan dilakukan tidak lagi hanya berdua saja, tapi didepan anak-anak perselisihan itu terlihat jelas. Kata-kata yang ketus dan kasar diucapkan saling balas berbalas. Hal ini tentu menjadi contoh yang tidak baik bagi anak. 
Menyiasati agar kekurangan yang ada pada pasangan tidak menjadi alasan untuk berselisih, masing-masing pribadi hendaknya menyadari bahwa manusia memang diciptakan lemah, tidak ada yang sempurna sebagaimana yang sudah dijelaskan dimuka. Saat bertengkar, biasanya selain mengungkap kekurangan maka dirinya akan menyombongkan kelebihan yang dimilikinya saat itu adalah karunia dari Allah bukan semata-mata atas usahanya sendiri. Ketika semuanya dikembalikan pada Allah maka tidak ada alasan lagi untuk menyombongkan diri karena sombong itu adalah pakaian Allah, jadi manusia tidak berhak memakainya.

baca juga : Istri sebagai juru kunci
 
Masalah utama yang timbul jika kekurangan pasangan tidak disiasati adalah keluarga tidak menjadi harmonis. Sering terjadi percekcokan sehingga suasana rumah menjadi tidak nyaman, padahal ada ungkapan bahwa baiti jannati, rumahku syurgaku. Tidak mungkin rumah menjadi syurga jika suasana rumah hanya diisi teriakan-teriakan dan kata-kata kasar. Rumah justru terasa sepereti di neraka, bukan hanya bagi pasangan yang bertengkar tapi anak-anak pun tidak akan kerasan di rumah dan pelariannya justru lebih kerasan di rumah orang lain atau tempat lain. Hal ini bisa menjadi masalah baru jika tempat yang menjadi pelarian anak adalah tempat yang tidak baik. Memamerkan kelebihan diri sendiri juga berdampak bagi perasaan pasangan. Pasangan bisa tersakiti harinya dan merasa menjadi obyek untuk di hina dan direndahkan. Padahal sebagai sesama manusia tidak diperbolehkan saling merendahkan.
Kelebihan dan kekurangan adalah suatu keniscayaan, namun hal ini tidak lantas menjadi penghalang menuju kebahagiaan rumah tangga. Kebahagiaan dalam rumah tangga bisa diciptakan dengan saling memahami kewajiban masing-masing. Jika sudah bisa melaksanakan kewajiban masing-masing maka tidak akan ada perselisihan mengenai ketidaksesuaian dalam rumah tangga. Tidak akan ada kata-kata "itu kan tugasmu, kenapa nyalahin aku terus!" atau "lihat! anak kita jadi gak bener, ngurus anak kan tugasmu, dasar tidak becus!"
Komunikasi yang baik juga bisa menjadi cara lain membina kebahagiaan rumah tangga. Setidaknya sekali dalam sehari semua anggota keluarga berkumpul bersama, menanyakan kabar dan perkembangan masing-masing, mendengarkan cerita pengalaman, dan agar lebih hidup bisa ditambah snack. Komunikasi meski terlihat sepele sangat sulit dilakukan padahal manfaatnya sangat baik demi mengeratkan hubungan antar anggota keluarga. Sifat egois dalam keluarga juga harus dikurangi, sesama anggota keluarga harus bisa mengalah dan menghargai pendapat anggota keluarga lain. Ayah sebagai kepala keluarga tidak boleh bersikap otoriter dan memaksakan kehendaknya kepada anggota keluarga lain, terutama anak. 
Anak diberi kebebasan untuk menentukan pilihannya tapi juga harus bertanggung jawab atas pilihan yang dipilihnya, tapi jika pilihan sang anak bukan pilihan yang baik, anak dimengertikan dan diarahkan ke pilihan yang lebih baik. Sifat demokratis ini seperti dijelaskan dalam Al-qur'an surat Ash-Shaffat ayat 102, "Maka tatkala anak itu sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata : 'Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu. Ia menjawab : Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."
Suami isteri, haruslah seiya sekata, saling bahu membahu, tafahum, saling tolong menolong dan menyelesaikan masalah keluarga bersama-sama dengan kepala dingin serta mengembalikan semua urusan kepada Allah setelah usaha maksimal. Harus menyadari bahwa setiap orang punya kelebihan dan kekurangan dan kesempurnaan hanya milik Allah. Kekurangan pasangan bisa diimbangi dengan berterus terang kepada pasangan seberapa kemampuan yang dimiliki, sehingga pasangan tidak menuntut lebih, saling terbuka mengenai masalah dan bisa menerima kritik dan nasihat dari pasangan jika itu memang kritik dan nasihat yang baik. Kekurangan yang dimiliki pasangan bisa ditutup dengan kelebihan yang dimiliki adalah seorang yang sudah dipilih sendiri diantara sekian banyak orang berarti dia adalah pasangan terbaik untuk diirnya.

Oleh : Busroni, SPd. I
Disadur dari majalah Al-Mar'ah edisi Januari 2015

No comments:

Post a Comment