Hai, para Bunda... sedikit saya memberi informasi tentang Blighted Ovum. Mungkin diantara kita pernah mengalami hal demikian. Apa sih kehamilan BO?? simak ceritanya ya...
Sudah sejak lama kami menginginkan hadirnya anak kedua. Anak pertama saya
lahir melalui operasi. Sekarang usianya sudah hampir 4 tahun. Kami sudah
merencanakan akan punya anak lagi. Saya sudah melepas alat kontrasepsi yang
terpasang dalam rahim saya. Satu bulan saya selalu memperhatian tanggal awal
menstruasi, bulan berikutnya masih mens. Menginjak bulan berikutnya saya tidak
lupakan untuk selalu mengingat tanggal pertama mens pada bulan itu, belum juga
ada tanda kehamilan, begitu terus hingga beberapa bulan berikutnya. Tiba
setelah idul Adha, bulan itu saya tidak mnstruasi lalu segera saya pastikan
dengan tes pack yang mudah didapat di apotik terdekat. Murah lagi, hanya 3000
rupiah.
Alhasil positif hamil. Saya sangat bersyukur begitu pula dengan suami saya.
Akhirnya kehadiran anak yang kami tunggu sudah ada tanda-tanda. Segera setelah
itu saya konsultasikan ke bidan praktik swasta, ia memberi saya sejumlah tablet
asam folat, katanya bagus untuk perkembangan janin diawal kehamilan. Karena dia
praktek swasta maka tarifnya lumayan agak mahal bagi ukuran semacam saya. Lalu
bulan berikutnya saya putuskan untuk periksa di puskesmas, yang notabene lebih
murah, bahkan gratis. Tapi tahu sendiri kan, pelayanan yang diberikan kurang
begitu profesional menurut saya, tapi tak apalah.
Saya berencana untuk
memeriksakan kandungan saya melalui USG ke dokter spesialis pada setiap akhir
trisemester. Saya tunggu moment itu di akhir desember. Tapi sedikit keganjalan
dalam hati. Suatu ketika sehabis kita
berhubungan suami istri saya sedikit ragu, kok ada bercak darah? Besoknya saya
tunggu, sudah tidak keluar. Alhamdulillah. Saya menduga mungkin karena itu
kontraksi rahim sesaat yang menyebabkan munculnya bercak darah. Tapi seingatku
kehamilanku yang pertama dulu fine-fine saja. Tiada ada masalah, tapi kenapa
kehamilanku kali ini begini? Ow mungkin beda. Aku berpikir positif. Minggu
berikutnya kok malah tambah banyak darah dari sebelumnya. Hal ini
mengundang banyak tanya dalam benak saya. Saya terus mencoba banyak berfikir
dan menganalisa semua kejadian. Saya hubung-hubungkan dengan pengetahuan saya
sebelumnya sambil searching lewat internet. Ada apa dengan kehamilan saya.
Seharusnya tidak apa-apa jika kandungan saya sehat, meski hubungan badan suami
istri dilakukan pada usia kehamilan muda. Saya lebih banyak berfikir dan ingin
segera mengetahui penyebabnya. Saya bilang pada suami untuk mempercepat
pemeriksaan USG ke dokter spesialis.
Memang suami juga berencana USG kalau sudah dapat rejeki nanti meskipun
jika melakukan USG saat ini juga mampu tapi uangnya ngepres, kata orang jawa. Keuangan agak mepet. Maklumlah, kondisi
keuangan kami akhir-akhir ini hanya cukup buat makan, hanya sedikit untuk
membayar keperluan-keperluan rutin tiap bulan, seperti pajak listrik, angsuran
motor, sama kontrak rumah. Jadi hampir tidak ada sisa setelah dipotong untuk
makan dan segala kebutuhan sehari-hari.
baca juga : Apa yang terjadi dalam perut ibu
baca juga : Apa yang terjadi dalam perut ibu
Karena saya meminta untuk dipercepat periksa USG dengan banyak alasan
akhirnya suami saya menyetujui. Malam itu kita mencari dokter spesialis yang
sudah agak terkenal dikalangan kami. Rumahnya daerah kota, jaraknya sekitar 20
KM dengan daerah kami. Setiba disana saya diperiksa USG sambil ditanya untuk
informasi kelengkapan data yang dokter butuhkan. Ketika alat USG mulai
ditempelkan ia sedikit curiga, dokter itu bertanya seakan sudah tahu,
"keluar
bercak darah kah bu?"
"Iya dok" jawabku singkat.
"Ini janinnya tidak kelihatan,
coba ibu minum yang banyak dulu agar banyak air kencingnya sehingga bisa lebih kelihatan dan bisa dibaca
janinnya." Kata dokter itu.
Akhirnya kami dipersilakan diluar untuk banyak minum
jika sudah terasa mau kencing saya disuruh bilang untuk diperksa ulang. Sudah
tersirat kepanikan dalam raut wajah suami saya. Ia sudah menduga akan ada
tanda-tanda kurang baik pada kandungan saya. Ia terlihat lebih cemas dari
saya. Dalam hati saya sudah siap untuk menerima kenyataan jika terjadi
apa-apa. Saya sudah menganalisa sejak kemarin tapi itu hanya sebatas prasangka
saya saja dan belum terbukti dengan pemeriksaan obyektif. Saya melihat
tanda-tanda yang ada dalam diri saya sendiri, biasanya orang hamil itu daya
tahan tubuhnya lebih bagus dari yang lain. Tapi saya kok akhir-akhir ini
mengalami gatal gatal pada sebagian tubuh saya, di kaki juga gatal karena
terkena kutu air, trus biasanya orang hamil itu kulitnya lembut, tidak mengalami
semacam diare atau mencret, tapi saya sudah dua kali ini terkena mencret. BAB
terlalu lancar. Tapi kadang sembelit. Kok reaksi mual muntahku mulai hilang. Seharusnya kalau
kandunganku sehat mau berhungungan kapanpun tidak apa-apa, tapi ini kok keluar darah.
Ini semua membuatku ragu akan kehamilanku. Sewaktu dokter mendiagnosis BO, Blighted
Ovum, alias janin tidak berkembang saya sedikit syok, suami saya tambah
syok. Saya bertanya pada dokter, apa
pernah ada kejadian semacam ini sebelumnya, dokter menjawab, "banyak Bu." "Ha!
Banyak?" saya sedikit kaget.
"Penyebabnya apa dok?" Tanyaku.
"Bisa karena kwalitas sel telur atau
sperma tidak baik, bisa terkena infeksi dari luar, bisa karena nempelnya
zigot disalah satu bagian dinding rahim yang lemah, bisa macam-macam penyebabnya."
Jawab beliau.
"Ini tidak bisa keluar
sendiri Bu, harus ada tindakan kuret untuk membersihkan rahim." Lanjutnya.
"Untuk
operasi kuret berapa biayanya dok?" Tanyaku lebih lanjut.
"Kalau sama saya di
rumah sakit tempat saya praktek sekitar 6 sampai 7 juta." Jawab beliau. Wow!
Dapat uang dari mana? Tanyaku dalam hati. Suamiku sedari tadi hanya diam saja.
Mungkin jika saya bisa mengibaratkan ada benang yang sangat tegang dalam benaknya, ia
tidak menduga sama sekali. Kalau saya memang agak tenang, karena kelihatannya
mulai dari awal kehamilan sudah muncul rasa was-was kalau-kalau terjadi apa-apa dalam
kandunganku. Muncul firasat kurang baik dalam hati, tapi perasaan itu segera
saya tepis. Tapi sekarang akhirnya terjadi juga diusia kehamilanku yang kurang
leih 11 minggu. Hanya seonggok gumpalan daging yang belum berwujud. Memang
usia kehamilan 8 minggu itu harusnya sudah membentuk kepala, bakal tangan,
bakal kaki, dsb. Tapi usia janin yang ada dalam rahim saya masih berupa gumpalan daging saja dan
kantong kehamilan saya kosong.
Akhirnya kami menghabiskan perjalanan pulang setelah dari periksa dokter
dengan diam seribu bahasa. Masing-masing dari kami hanya berfikir dan mencoba
menentralkan suasana hati masing-masing. Anak saya yang pertama ikut, tapi dia
juga diam saja karena tidur. Aku jadi banyak berfikir, betapa kuasanya Allah.
Selama ini saya hampir setiap sholat selalu mendoakan kesehatan untuk janin
saya tapi memang demikian adanya. Saya bersyukur masih dikaruniai anak, saya
jadi bertambah sayang pada anak saya yang pertama. Ternyata kehamilan itu tidak
mudah. banyak faktor-faktor yang bisa berdampak bagi janin dan ibunya dan itu
berlangsung selama kehamilan mulai dari awal hingga 9 bulan berikutnya.
Sampai di rumah kami sempat berdiskusi sama suami. Suami saya terlihat
sangat bingung. Saat itu kami tidak pegang uang sama sekali. Uang sebanyak itu
dari mana? Itu yang dipusingkan kami. Sedangkan kami berada pada posisi
merantau. Namun disini kami masih punya saudara, adik ayah saya juga disini.
Lalu teman-teman pengajian juga banyak, tapi kami merasa malu untuk pinjam
mereka. Sempat berfikir juga suami untuk memberi tahu orang tua saya mengenai
kondisi saya. Namun saya kurang setuju, karena sudah bisa diduga, bapak saya
tidak punya uang. Beliau sudah pensiun dan sekarang tidak ada kegiatan ekonomi
yang berjalan, ibu saya tidak jelas kerjanya. Pemberitahuan kami hanya akan
menambah beban bagi mereka. Lagian kita sudah di perantauan masa mau minta uang
dari rumah, malah seharusnya kita bisa memberi. Aneh! pola pemikiran suami saya
seperti belum dewasa, kalau ada kekusahan minta pada orang tua, terkesan kurang
gagah dan tidak bisa menunjukkan dirinya yang bertanggung jawab atas semua ini.
Harusnya ia punya komitmen apapun yang terjadi saya akan berusaha mengusahakannya disini. Sebisa
saya tanpa merepotkan yang dirumah, karena kita sudah merantau dan berusaha
untuk mandiri. Harusnya kan seperti itu. Itu baru gagah. Tidak kalau menemui
kesusahan minta pada orang tua. Meski itu jalan yang terakhir. Lha gimana?!
Saya sempat kesal dengan dia. Orang tua nya tidak mampu, otomatis yang jadi
sorotan hanya dari keluarga saya. Saya jadi sangat infill dengannya. Tapi dia
tidak merasa dan saya berusaha sabar untuk tidak berdebat dengan suami.
Lalu
setelah itu, ia menemui paman saya. Sementara dia ke rumah paman saya saya
sholat, saya megadukan semua permasalahan saya pada Allah meski Allahlah yang
telah mengatur semuanya. Saya minta pertolongan Allah dan minta diberi jalan
keluar terbaik. Berdoa dan berharap pada Allah akan memberi jalan keluar
terbaik.
Saran dari paman saya, kami diminta kembali untuk periksa ke dokter lain
yang ada dirumah sakit pemerintah sehingga biaya tindakan lebih ringan.
Keesokan harinya kami periksa ke rumah sakit yang sudah di disepakati. Disana
kami menunggu sangat lama, akhirnya kami diperiksa dokter laki-laki. Diagnosis
dokter tersebut hampir sama dengan dokter sebelumnya namun dia merekomendasikan
untuk menunggu dulu 2 minggu dan diberi obat penguat kandungan serta vitamin.
Suami saya agak tenang karena masih ada waktu untuk mencarikan pinjaman uang.
Namun saya tidak yakin janin saya akan berkembang, saya berfikir semisal
berkembang saat diperiksa 2 minggu berikutnya yang saya takutkan perkembangannya tidak
sesuai dengan usia kehamilannya dan takut lahir tidak normal. Saya mengutarakan
pendapat saya kepada suami, tapi suami seakan ngotot dan bertambah bingung.
Kami berbeda pemikiran dan sempat kesal dengan sikap yang ditunjukkan satu sama
lain.
Suami memutuskan untuk membawa saya ke UGD biar cepat dioperasi. Saya
bilang, namanya operasi itu tidak sembarangan, harus bertemu dulu dengan dokter
yang bersangkutan atau minta rujukan. Sedangkan kita saat itu tidak ada rujukan
sama sekali dan dokter yang bersangkutan saja merekomendasikan untuk datang 2
minggu lagi kok malah kita malam ini minta di operasi. Mana mungkin? Tapi dia
tetap ngotot malah emosinya semakin tidak stabil. Akhirnya saya terpaksa
mengikuti sarannya. Akhirnya saya masuk UGD, sampai disana suster bingung
menuruti suami saya. Suami saya sudah minta pada suster agar istrinya dirawat untuk
operasi. Ya, susternya manut saja. Saya diinfus dan terbaring di UGD tanpa
rekomendasi apa-apa. Ujungnya bagaimana? suster yang menangani juga sempat kesal dan pasrah saja terhadap kemauan suami saya. Saya sempat bingung sendiri, lalu saya
memanggil suami saya untuk membatalkan perawatan. Ini cukup menjadi sebuah
lelucon yang membuatku kesal dengan sikap kolot suami. Akhirnya saya menjelaskan,
semua sudah terjawab dengan jarum infus yang sudah terpasang ditangan saya dan
kapas penahan darah setelah dilepasnya. Sudah terbukti bahwa masuk UGD untuk operasi itu harus ada
surat rekomendasi dari dokter yang bersangkutan dulu kan? Masa saya harus
membuktikannya dulu dengan masuk UGD dan dirawat disana? Akhirnya dia mau
menurut dengan kemauan sayaa. Saya mencari banyak informasi untuk sikap berikutnya.
Setelah itu juga kami menemui dokter yang bersangkutan ditempat prakteknya
untuk berdiskusi.
Malam itu kami putuskan untuk menemui dokter laki-laki tersebut di
tempat prakteknya. Saya mengutarakan pendapat saya mengenai kehamilan saya
kepada beliau. Dan saya minta rekomendasinya untuk mengalihkan ke dokter
perempuan saja. Soalnya saya agak kurang nyaman dengan dokter laki-laki
mengingat yang diperiksa adalah area wanita. Akhirnya beliau menuruti
permintaan saya. Lusa saya disuruh untuk datang ke rumah sakit dan akan bertemu
dengan dokter yang perempuan. Keesokan harinya saat saya mau kerumah sakit saya
memutuskan untuk berangkat sendiri. Saya tidak mau dipusingkan dengan sikap
suami yang terlalu bertindak terburu-buru dan kurang pemikiran. Tapi suami saya
marah dengan sikap saya tersebut, lalu saya jelaskan bahwa semua apa yang kita
alami ini adalah sebuah ujian, maka kita harus sabar. Ujian ini untuk
meningkatkan kwalitas diri, tapi kalau kamu bersikap seperti ini saat
menghadapi, itu akan sama saja. Jangan
menunjukkan sikap yang mengedepankan emosional, saya tidak mau dimarah-marahi
terus. Saya yang jadi korban malah dimarah-marahi. Seharusnya suami menunjukkan
perhatian lebih dan mengadakan pendekatan yang bisa mensupport saya, malah
dengan sikap terburu-burunya saya sangat merasa tidak nyaman berada didekatnya.
Saya jelaskan panjang lebar semuanya. Saya tidak mau ditemani kalau dia belum
mau merubah sikapnya tersebut. Akhirnya dia menyesal dan berjanji untuk tidak
mengulangi sikapnya dan kami berangkat bersama meski masih menyisakan sedikit
ketidak puasan. Dan benar, saya diperiksa ulang dan dilihat ternyata janin saya
berkembang. Padahal saya belum minum obat yang diberikan tersebut. Saya hanya
minum obat yang diberikan dokter yang mendiagnosis saya pertama kali. Lalu saya
sempat optimis untuk mempertahankan dan meminum obat yang telah direkomendasikan. Namun kekhawatiran saya menyoal kecacatan
bayi jika memang berkembang masih mewarnai pikiran saya. Kami tunggu prosesnya
berjalan dan saya minum obatnya secara rutin dan minum susu. Tidak sampai 2
minggu, baru berjalan satu minggu saya keluar flek darah berwarna hitam dan
berlanjut hingga hari berikutnya. Saya sempat khawatir kalau ada perdarahan
bagaimana soalnya hari itu hari minggu tiada rumah sakit yang buka. Adanya UGD
saya sudah trauma ditindak disana dengan perawat yang tidak ramah sama sekali.
Saya sabarkan untuk hari berikutnya. Senin sore saya menuju tempat praktek
dokter perempuan saya. Disana saya diperiksa ulang dan akhirnya
direkomendasikan untuk kuretase. Saya tidak terlalu terkejut karena menurut
saya itu lebih baik dari pada memelihara kekhawatiran saya saat janin ini
berkembang dengan usia kehamilan yang tidak wajar. Takut lahir tidak normal.
Malam itu juga saya persiapan untuk rawat inap di rumah sakit yang sudah
ditunjuk. Saya masuk UGD lagi dengan perawat yang sama. Haduh! Namun kali ini
dia lebih baik dari sebelumnya dengan membaca surat rujukan dari dokter yang
bersangkutan. Disana saya diinfus dengan 4 kali suntikan karena sulit menemukan
jalan infusnya dan terakhir saya dipasang alat laminarie dan obat untuk
merangsang pembukaan jalan lahir. Rasanya sakit sekali dan perih. Begitu
selesai, saya masuk bangsal dan dirawat disana. Semalam saya tidak bisa tidur
karena kesakitan. Saya sampai menagis keras karena tidak bisa menahan sakit
karena kontraksi. Saya tidak peduli lagi dengan orang-orang disekitar. Saya
ingin segera ditangani setelah semalam kesakitan menahan sakit. Katanya mau
dijadwalkan operasi pertama kali jam 08.00 WITA. Lama saya menunggu dengan
menahan kekesalan saya terhadap pelayanan yang diberikan selama disitu. Kurang
memuaskan, itu kalau boleh saya bilang, karena yang menangani mahasiswa
praktek. Saya sudah membayar dan berharap ditangani secara profesional dan baik.
Tapi ya begitulah... sudah jam 08.00
tapi belum ada tanda-tanda mau ada operasi, saya sabarkan. Lalu saya dibawa
diruang persiapan operasi, disana saya tunggu lama tapi dapat kabar kalau
dokternya tidak bisa daang karena ada pasien darurat yang harus ditangani ditempat
lain. Akhirnya saya dibawa balik ke bangsal. Saya pesimis akan jadi diopersi
apa tidak. Sudah sampai jam 12 siang belum ada tanda-tanda, akhirnya sekitar jam
13.00 saya dibawa ke ruang operasi. Disana saya dipersiapkan untuk di operasi
dan dibius total. Rasanya menurut saya mungkin semacam pakai obat terlarang. Seperti
fly. Itu anggapan saya. Setelah setengah sadar saya banyak ditanya oleh suami
dan anak saya untuk merangsang dan memulihkan kembali kesadaran saya, saya
bicaranya dalam posisi bawah sadar sehingga saya menjawab sekenanya dan sangat
jujur. Seperti di hipnotis. Kami disuruh menginap semalam lagi. Tak sabar anak
saya minta pulang saya pun sama. Baru setelah pemeriksaan dokter bangsal, saya
diperbolehkan pulang. Saya merasa agak sedih karena tidak jadi punya anak, tapi
saya berusaha untuk menerima kejadian ini dengan ikhlas, biarlah waktu terus
berjalan dengan semua kejadian-kejadian yang saya harap bisa meningkatkan
kwalitas hidup saya.
baca juga : Teratogen
baca juga : Teratogen
Sekarang saya masih dalam pemulihan, doa saya semoga Allah
mengganti dengan yang lebih baik lagi. Allah punya rencana lain dibalik
semuanya.
baca juga : Punya pengalaman buruk dan memalukan?
baca juga : Punya pengalaman buruk dan memalukan?
No comments:
Post a Comment