body{display:block; -khtml-user-select:none; -webkit-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; -o-user-select:none; user-select:none; unselectable:on;}

Monday 9 March 2015

Cerpen : Mengapa janinku tidak berkembang (Blighted Ovum)

Hai, para Bunda... sedikit saya memberi informasi tentang Blighted Ovum. Mungkin diantara kita pernah mengalami hal demikian. Apa sih kehamilan BO?? simak ceritanya ya...
Sudah sejak lama kami menginginkan hadirnya anak kedua. Anak pertama saya lahir melalui operasi. Sekarang usianya sudah hampir 4 tahun. Kami sudah merencanakan akan punya anak lagi. Saya sudah melepas alat kontrasepsi yang terpasang dalam rahim saya. Satu bulan saya selalu memperhatian tanggal awal menstruasi, bulan berikutnya masih mens. Menginjak bulan berikutnya saya tidak lupakan untuk selalu mengingat tanggal pertama mens pada bulan itu, belum juga ada tanda kehamilan, begitu terus hingga beberapa bulan berikutnya. Tiba setelah idul Adha, bulan itu saya tidak mnstruasi lalu segera saya pastikan dengan tes pack yang mudah didapat di apotik terdekat. Murah lagi, hanya 3000 rupiah.
Alhasil positif hamil. Saya sangat bersyukur begitu pula dengan suami saya. Akhirnya kehadiran anak yang kami tunggu sudah ada tanda-tanda. Segera setelah itu saya konsultasikan ke bidan praktik swasta, ia memberi saya sejumlah tablet asam folat, katanya bagus untuk perkembangan janin diawal kehamilan. Karena dia praktek swasta maka tarifnya lumayan agak mahal bagi ukuran semacam saya. Lalu bulan berikutnya saya putuskan untuk periksa di puskesmas, yang notabene lebih murah, bahkan gratis. Tapi tahu sendiri kan, pelayanan yang diberikan kurang begitu profesional menurut saya, tapi tak apalah.
Saya berencana untuk memeriksakan kandungan saya melalui USG ke dokter spesialis pada setiap akhir trisemester. Saya tunggu moment itu di akhir desember. Tapi sedikit keganjalan dalam hati.  Suatu ketika sehabis kita berhubungan suami istri saya sedikit ragu, kok ada bercak darah? Besoknya saya tunggu, sudah tidak keluar. Alhamdulillah. Saya menduga mungkin karena itu kontraksi rahim sesaat yang menyebabkan munculnya bercak darah. Tapi seingatku kehamilanku yang pertama dulu fine-fine saja. Tiada ada masalah, tapi kenapa kehamilanku kali ini begini? Ow mungkin beda. Aku berpikir positif. Minggu berikutnya kok malah tambah banyak darah dari sebelumnya. Hal ini mengundang banyak tanya dalam benak saya. Saya terus mencoba banyak berfikir dan menganalisa semua kejadian. Saya hubung-hubungkan dengan pengetahuan saya sebelumnya sambil searching lewat internet. Ada apa dengan kehamilan saya. Seharusnya tidak apa-apa jika kandungan saya sehat, meski hubungan badan suami istri dilakukan pada usia kehamilan muda. Saya lebih banyak berfikir dan ingin segera mengetahui penyebabnya. Saya bilang pada suami untuk mempercepat pemeriksaan USG ke dokter spesialis.  Memang suami juga berencana USG kalau sudah dapat rejeki nanti meskipun jika melakukan USG saat ini juga mampu tapi uangnya ngepres, kata orang jawa. Keuangan agak mepet. Maklumlah, kondisi keuangan kami akhir-akhir ini hanya cukup buat makan, hanya sedikit untuk membayar keperluan-keperluan rutin tiap bulan, seperti pajak listrik, angsuran motor, sama kontrak rumah. Jadi hampir tidak ada sisa setelah dipotong untuk makan dan segala kebutuhan sehari-hari.
baca juga : Apa yang terjadi dalam perut ibu
Karena saya meminta untuk dipercepat periksa USG dengan banyak alasan akhirnya suami saya menyetujui. Malam itu kita mencari dokter spesialis yang sudah agak terkenal dikalangan kami. Rumahnya daerah kota, jaraknya sekitar 20 KM dengan daerah kami. Setiba disana saya diperiksa USG sambil ditanya untuk informasi kelengkapan data yang dokter butuhkan. Ketika alat USG mulai ditempelkan ia sedikit curiga, dokter itu bertanya seakan sudah tahu, 
"keluar bercak darah kah bu?" 
"Iya dok" jawabku singkat. 
"Ini janinnya tidak kelihatan, coba ibu minum yang banyak dulu agar banyak air kencingnya sehingga  bisa lebih kelihatan dan bisa dibaca janinnya." Kata dokter itu. 
Akhirnya kami dipersilakan diluar untuk banyak minum jika sudah terasa mau kencing saya disuruh bilang untuk diperksa ulang. Sudah tersirat kepanikan dalam raut wajah suami saya. Ia sudah menduga akan ada tanda-tanda kurang baik pada kandungan saya. Ia terlihat lebih cemas dari saya. Dalam hati saya sudah siap untuk menerima kenyataan jika terjadi apa-apa. Saya sudah menganalisa sejak kemarin tapi itu hanya sebatas prasangka saya saja dan belum terbukti dengan pemeriksaan obyektif. Saya melihat tanda-tanda yang ada dalam diri saya sendiri, biasanya orang hamil itu daya tahan tubuhnya lebih bagus dari yang lain. Tapi saya kok akhir-akhir ini mengalami gatal gatal pada sebagian tubuh saya, di kaki juga gatal karena terkena kutu air, trus biasanya orang hamil itu kulitnya lembut, tidak mengalami semacam diare atau mencret, tapi saya sudah dua kali ini terkena mencret. BAB terlalu lancar. Tapi kadang sembelit. Kok reaksi mual muntahku mulai hilang. Seharusnya kalau kandunganku sehat mau berhungungan kapanpun tidak apa-apa, tapi ini kok keluar darah. Ini semua membuatku ragu akan kehamilanku. Sewaktu dokter mendiagnosis BO, Blighted Ovum, alias janin tidak berkembang saya sedikit syok, suami saya tambah syok.  Saya bertanya pada dokter, apa pernah ada kejadian semacam ini sebelumnya, dokter menjawab, "banyak Bu." "Ha! Banyak?" saya sedikit kaget. 
"Penyebabnya apa dok?" Tanyaku. 
"Bisa karena kwalitas sel telur atau sperma tidak baik, bisa terkena infeksi dari luar, bisa karena nempelnya zigot disalah satu bagian dinding rahim yang lemah, bisa macam-macam penyebabnya." Jawab beliau.   
"Ini tidak bisa keluar sendiri Bu, harus ada tindakan kuret untuk membersihkan rahim." Lanjutnya. 
"Untuk operasi kuret berapa biayanya dok?" Tanyaku lebih lanjut. 
"Kalau sama saya di rumah sakit tempat saya praktek sekitar 6 sampai 7 juta." Jawab beliau. Wow! Dapat uang dari mana? Tanyaku dalam hati. Suamiku sedari tadi hanya diam saja. Mungkin jika saya bisa mengibaratkan ada benang yang sangat tegang dalam benaknya, ia tidak menduga sama sekali. Kalau saya memang agak tenang, karena kelihatannya mulai dari awal kehamilan sudah muncul rasa was-was  kalau-kalau terjadi apa-apa dalam kandunganku. Muncul firasat kurang baik dalam hati, tapi perasaan itu segera saya tepis. Tapi sekarang akhirnya terjadi juga diusia kehamilanku yang kurang leih 11 minggu. Hanya seonggok gumpalan daging yang belum berwujud. Memang usia kehamilan 8 minggu itu harusnya sudah membentuk kepala, bakal tangan, bakal kaki, dsb. Tapi usia janin yang ada dalam rahim saya masih berupa gumpalan daging saja dan kantong kehamilan saya kosong.
Akhirnya kami menghabiskan perjalanan pulang setelah dari periksa dokter dengan diam seribu bahasa. Masing-masing dari kami hanya berfikir dan mencoba menentralkan suasana hati masing-masing. Anak saya yang pertama ikut, tapi dia juga diam saja karena tidur. Aku jadi banyak berfikir, betapa kuasanya Allah. Selama ini saya hampir setiap sholat selalu mendoakan kesehatan untuk janin saya tapi memang demikian adanya. Saya bersyukur masih dikaruniai anak, saya jadi bertambah sayang pada anak saya yang pertama. Ternyata kehamilan itu tidak mudah. banyak faktor-faktor yang bisa berdampak bagi janin dan ibunya dan itu berlangsung selama kehamilan mulai dari awal hingga 9 bulan berikutnya.
Sampai di rumah kami sempat berdiskusi sama suami. Suami saya terlihat sangat bingung. Saat itu kami tidak pegang uang sama sekali. Uang sebanyak itu dari mana? Itu yang dipusingkan kami. Sedangkan kami berada pada posisi merantau. Namun disini kami masih punya saudara, adik ayah saya juga disini. Lalu teman-teman pengajian juga banyak, tapi kami merasa malu untuk pinjam mereka. Sempat berfikir juga suami untuk memberi tahu orang tua saya mengenai kondisi saya. Namun saya kurang setuju, karena sudah bisa diduga, bapak saya tidak punya uang. Beliau sudah pensiun dan sekarang tidak ada kegiatan ekonomi yang berjalan, ibu saya tidak jelas kerjanya. Pemberitahuan kami hanya akan menambah beban bagi mereka. Lagian kita sudah di perantauan masa mau minta uang dari rumah, malah seharusnya kita bisa memberi. Aneh! pola pemikiran suami saya seperti belum dewasa, kalau ada kekusahan minta pada orang tua, terkesan kurang gagah dan tidak bisa menunjukkan dirinya yang bertanggung jawab atas semua ini. Harusnya ia punya komitmen apapun yang terjadi saya akan berusaha mengusahakannya disini. Sebisa saya tanpa merepotkan yang dirumah, karena kita sudah merantau dan berusaha untuk mandiri. Harusnya kan seperti itu. Itu baru gagah. Tidak kalau menemui kesusahan minta pada orang tua. Meski itu jalan yang terakhir. Lha gimana?! Saya sempat kesal dengan dia. Orang tua nya tidak mampu, otomatis yang jadi sorotan hanya dari keluarga saya. Saya jadi sangat infill dengannya. Tapi dia tidak merasa dan saya berusaha sabar untuk tidak berdebat dengan suami. 
Lalu setelah itu, ia menemui paman saya. Sementara dia ke rumah paman saya saya sholat, saya megadukan semua permasalahan saya pada Allah meski Allahlah yang telah mengatur semuanya. Saya minta pertolongan Allah dan minta diberi jalan keluar terbaik. Berdoa dan berharap pada Allah akan memberi jalan keluar terbaik.
Saran dari paman saya, kami diminta kembali untuk periksa ke dokter lain yang ada dirumah sakit pemerintah sehingga biaya tindakan lebih ringan. Keesokan harinya kami periksa ke rumah sakit yang sudah di disepakati. Disana kami menunggu sangat lama, akhirnya kami diperiksa dokter laki-laki. Diagnosis dokter tersebut hampir sama dengan dokter sebelumnya namun dia merekomendasikan untuk menunggu dulu 2 minggu dan diberi obat penguat kandungan serta vitamin. Suami saya agak tenang karena masih ada waktu untuk mencarikan pinjaman uang. Namun saya tidak yakin janin saya akan berkembang, saya berfikir semisal berkembang saat diperiksa 2 minggu berikutnya yang saya takutkan perkembangannya tidak sesuai dengan usia kehamilannya dan takut lahir tidak normal. Saya mengutarakan pendapat saya kepada suami, tapi suami seakan ngotot dan bertambah bingung. Kami berbeda pemikiran dan sempat kesal dengan sikap yang ditunjukkan satu sama lain.
Suami memutuskan untuk membawa saya ke UGD biar cepat dioperasi. Saya bilang, namanya operasi itu tidak sembarangan, harus bertemu dulu dengan dokter yang bersangkutan atau minta rujukan. Sedangkan kita saat itu tidak ada rujukan sama sekali dan dokter yang bersangkutan saja merekomendasikan untuk datang 2 minggu lagi kok malah kita malam ini minta di operasi. Mana mungkin? Tapi dia tetap ngotot malah emosinya semakin tidak stabil. Akhirnya saya terpaksa mengikuti sarannya. Akhirnya saya masuk UGD, sampai disana suster bingung menuruti suami saya. Suami saya sudah minta pada suster agar istrinya dirawat untuk operasi. Ya, susternya manut saja. Saya diinfus dan terbaring di UGD tanpa rekomendasi apa-apa. Ujungnya bagaimana? suster yang menangani juga sempat kesal dan pasrah saja terhadap kemauan suami saya. Saya sempat bingung sendiri, lalu saya memanggil suami saya untuk membatalkan perawatan. Ini cukup menjadi sebuah lelucon yang membuatku kesal dengan sikap kolot suami. Akhirnya saya menjelaskan, semua sudah terjawab dengan jarum infus yang sudah terpasang ditangan saya dan kapas penahan darah setelah dilepasnya. Sudah terbukti  bahwa masuk UGD untuk operasi itu harus ada surat rekomendasi dari dokter yang bersangkutan dulu kan? Masa saya harus membuktikannya dulu dengan masuk UGD dan dirawat disana? Akhirnya dia mau menurut dengan kemauan sayaa. Saya mencari banyak informasi untuk sikap berikutnya. Setelah itu juga kami menemui dokter yang bersangkutan ditempat prakteknya untuk berdiskusi.
Malam itu kami putuskan untuk menemui dokter laki-laki tersebut di tempat prakteknya. Saya mengutarakan pendapat saya mengenai kehamilan saya kepada beliau. Dan saya minta rekomendasinya untuk mengalihkan ke dokter perempuan saja. Soalnya saya agak kurang nyaman dengan dokter laki-laki mengingat yang diperiksa adalah area wanita. Akhirnya beliau menuruti permintaan saya. Lusa saya disuruh untuk datang ke rumah sakit dan akan bertemu dengan dokter yang perempuan. Keesokan harinya saat saya mau kerumah sakit saya memutuskan untuk berangkat sendiri. Saya tidak mau dipusingkan dengan sikap suami yang terlalu bertindak terburu-buru dan kurang pemikiran. Tapi suami saya marah dengan sikap saya tersebut, lalu saya jelaskan bahwa semua apa yang kita alami ini adalah sebuah ujian, maka kita harus sabar. Ujian ini untuk meningkatkan kwalitas diri, tapi kalau kamu bersikap seperti ini saat menghadapi, itu akan sama saja.  Jangan menunjukkan sikap yang mengedepankan emosional, saya tidak mau dimarah-marahi terus. Saya yang jadi korban malah dimarah-marahi. Seharusnya suami menunjukkan perhatian lebih dan mengadakan pendekatan yang bisa mensupport saya, malah dengan sikap terburu-burunya saya sangat merasa tidak nyaman berada didekatnya. Saya jelaskan panjang lebar semuanya. Saya tidak mau ditemani kalau dia belum mau merubah sikapnya tersebut. Akhirnya dia menyesal dan berjanji untuk tidak mengulangi sikapnya dan kami berangkat bersama meski masih menyisakan sedikit ketidak puasan. Dan benar, saya diperiksa ulang dan dilihat ternyata janin saya berkembang. Padahal saya belum minum obat yang diberikan tersebut. Saya hanya minum obat yang diberikan dokter yang mendiagnosis saya pertama kali. Lalu saya sempat optimis untuk mempertahankan dan meminum obat yang telah direkomendasikan.  Namun kekhawatiran saya menyoal kecacatan bayi jika memang berkembang masih mewarnai pikiran saya. Kami tunggu prosesnya berjalan dan saya minum obatnya secara rutin dan minum susu. Tidak sampai 2 minggu, baru berjalan satu minggu saya keluar flek darah berwarna hitam dan berlanjut hingga hari berikutnya. Saya sempat khawatir kalau ada perdarahan bagaimana soalnya hari itu hari minggu tiada rumah sakit yang buka. Adanya UGD saya sudah trauma ditindak disana dengan perawat yang tidak ramah sama sekali. Saya sabarkan untuk hari berikutnya. Senin sore saya menuju tempat praktek dokter perempuan saya. Disana saya diperiksa ulang dan akhirnya direkomendasikan untuk kuretase. Saya tidak terlalu terkejut karena menurut saya itu lebih baik dari pada memelihara kekhawatiran saya saat janin ini berkembang dengan usia kehamilan yang tidak wajar. Takut lahir tidak normal. Malam itu juga saya persiapan untuk rawat inap di rumah sakit yang sudah ditunjuk. Saya masuk UGD lagi dengan perawat yang sama. Haduh! Namun kali ini dia lebih baik dari sebelumnya dengan membaca surat rujukan dari dokter yang bersangkutan. Disana saya diinfus dengan 4 kali suntikan karena sulit menemukan jalan infusnya dan terakhir saya dipasang alat laminarie dan obat untuk merangsang pembukaan jalan lahir. Rasanya sakit sekali dan perih. Begitu selesai, saya masuk bangsal dan dirawat disana. Semalam saya tidak bisa tidur karena kesakitan. Saya sampai menagis keras karena tidak bisa menahan sakit karena kontraksi. Saya tidak peduli lagi dengan orang-orang disekitar. Saya ingin segera ditangani setelah semalam kesakitan menahan sakit. Katanya mau dijadwalkan operasi pertama kali jam 08.00 WITA. Lama saya menunggu dengan menahan kekesalan saya terhadap pelayanan yang diberikan selama disitu. Kurang memuaskan, itu kalau boleh saya bilang, karena yang menangani mahasiswa praktek. Saya sudah membayar dan berharap ditangani secara profesional dan baik. Tapi ya begitulah...  sudah jam 08.00 tapi belum ada tanda-tanda mau ada operasi, saya sabarkan. Lalu saya dibawa diruang persiapan operasi, disana saya tunggu lama tapi dapat kabar kalau dokternya tidak bisa daang karena ada pasien darurat yang harus ditangani ditempat lain. Akhirnya saya dibawa balik ke bangsal. Saya pesimis akan jadi diopersi apa tidak. Sudah sampai jam 12 siang belum ada tanda-tanda, akhirnya sekitar jam 13.00 saya dibawa ke ruang operasi. Disana saya dipersiapkan untuk di operasi dan dibius total. Rasanya menurut saya mungkin semacam pakai obat terlarang. Seperti fly. Itu anggapan saya. Setelah setengah sadar saya banyak ditanya oleh suami dan anak saya untuk merangsang dan memulihkan kembali kesadaran saya, saya bicaranya dalam posisi bawah sadar sehingga saya menjawab sekenanya dan sangat jujur. Seperti di hipnotis. Kami disuruh menginap semalam lagi. Tak sabar anak saya minta pulang saya pun sama. Baru setelah pemeriksaan dokter bangsal, saya diperbolehkan pulang. Saya merasa agak sedih karena tidak jadi punya anak, tapi saya berusaha untuk menerima kejadian ini dengan ikhlas, biarlah waktu terus berjalan dengan semua kejadian-kejadian yang saya harap bisa meningkatkan kwalitas hidup saya.
baca juga : Teratogen
 Sekarang saya masih dalam pemulihan, doa saya semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik lagi. Allah punya rencana lain dibalik semuanya.

baca juga : Punya pengalaman buruk dan memalukan?

No comments:

Post a Comment