body{display:block; -khtml-user-select:none; -webkit-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; -o-user-select:none; user-select:none; unselectable:on;}

Monday 20 April 2015

Arti Sebuah Nama

Saya adalah seorang ibu yang cerdas, hehe... (bercanda...) ya, saya seorang ibu yang mempunyai seorang anak perempuan. Saya sedikit dilema dengan nama yang saya berikan kepadanya. Sebelum menikah saya mempunyai sebuah nama pena, nama samaran yang saya buat dengan penuh keyakinan. Hafizdah yang berarti seorang penghafal alqur'an perempuan, kalau hafidz kan laki-laki, nah ini hafidzah. Saya bermaksud baik dengan nama ini, mengingat nama adalah doa, dan Rasulullah pun juga mengajarkan saat prosesi aqiqoh untuk memberikan sebuah nama yang baik untuk anaknya. Hafidzah, dalam benak saya waktu itu berarti wanita penghafal Alqur'an sebelum saya mengetahui bahwa ada arti lain selain itu.

Selanjutnya saya menambahkan kata Syarik, yang mempunyai makna nama seorang sahabat wanita pada jaman nabi, yakni ummu syarik. Kenapa beliau? karena saya terkesan dengan semangatnya yang membara, rasa cintanya terhadap Allah dan Rasulnya melebihi rasa cinta terhadap suami dan anaknya. Saya ceritakan sedikit mengenai ummu syarik. Pada zaman Nabi Muhammad saw, ada sebuah perang dimana kaum muslimin berhasil dikalahkan oleh orang-orang kafir makkah. Perang itu adalah perang Uhud, karena dilakukan di bukit Uhud. Pada waktu itu sebetulnya Rasulullah telah menguasai medan perang, dan menerapkan strategi jitu untuk mengalahkan musuh. Beliau memasang sebagian tentara muslimin diatas bukit, dan sebagian yang lain berada di bawah. Tugas yang diatas bukit adalah mengawasi tentara kafir dan melindungi tentara muslimin yang ada dibawahnya. Dengan menerapkan strategi demikian, maka kaum muslimin hampir menang karena posisi yang baik. Melihat pasukan kafir makkah banyak yang mati, maka pemimpin mereka memutuskan untuk mundur dan mengatur strategi. Dalam hal ini pasukan muslimin menganggap kaum kafir sudah kalah dan mundur (tidak kembali). Begitu mereka tahu harta rampasan perang yang ditinggalkan pasukan kafir makkah berserakan dibawah, mereka pasukan musliin yang ditugaskan diatas turun untuk ikut mengambil harta rampasan perang tersebut. Padalah sebelumnya sudah diberi tahu oleh Rasulullah untuk tidak turun apapun yang terjadi sebelum ada instruksi yang memerintahkan mereka untuk turun. Namun karena mereka menginginkan harta dunia akhirnya mereka melanggar perintah itu. Akhirnya kaum kafir berbalik dan menyerbu pasukan muslimin dan menempati posisi atas bukit. Sehingga keadaan berbalik, akhirnya mereka menang dan kaum muslimin kalah. Sampai-sampai gigi Rasullullah terkena anak panah dan patah. 

Mendengar kekalahan kaum muslimin, ada seorang wanita bernama Ummu Syarik mencoba mencari kabar tentang kondisi Rasulullah. Beliau menanti-nanti kedatangan Rasulullah di pintu gerbang Madinah dan selalu menanyakan kabar Rasulullah, bukan suaminya atau anaknya. Setiap ia bertemu dengan sahabat Nabi yang tergopoh-gopoh pulang dari medan perang, beliau menanyakan bagaimana kondisi Rasulullah? Sahabat yang ditanya itu pun menjawab, "Rasulullah baik-baik saja, tapi anak dan suami mu terluka parah. 
 "Asal sesuatu itu tidak menyangkut Allah dan Rasul Nya, itu hanyalah hal kecil." jawab Ummu Syarik dengan mudah.
Nah... setelah membaca cerita itu, saya jadi trenyuh, begitu mudahnya ia mengucapkan kalimat itu. Ia menganggap urusan dunia sangat kecil dimatanya, dan urusan yang menyangkut Allah dan RasulNya lebih ia utamakan. Inilah yang membuat saya menamakan anaknya dengan nama Syarik, dengan tujuan anak saya bisa mengikuti prinsip beliau. Bahwa segala urusan yang tidak menyangkut Alah dan Rasulnya adalah kecil. sehingga anak saya, saya namakan Hafidzatus Syarik.

Selanjutnya, nama depan. Rumaisha. Rumaisha adalah nama seorang sahabat wanita pada jaman Nabi juga, lengkapnya Rumaisha Ummu Sulaim. Pernah dengar? ya, beliau adalah seorang wanita yang cantik namun memiliki jiwa mementingkan agama. Saya ceritakan lagi ya kisahnya, Dulu ada seorang wanita sholihah, ia sangat cantik. Banyak laki-laki yang ingin mempersuntingnya, sebetulnya tidak susah untuk memenuhi maharnya. Suatu hari datanglah laki-laki kafir bernama Abu Thalhah. Ia menanyakan kepada Ummu Sulaim mahar apa yang dia minta karena dirinya bermaksud meminangnya. Ummu Sulaim berkata, "cukup keislamanmu yang menjadi maharku." begitu mudahnya kecantikannya untuk dimiliki. Dan rela berkorban asal laki-laki itu masuk Islam. Sekali lagi Islamlah yang digadang-gadang, Islam lah yang ditinggikan, semuanya demi Islam. 

Selain itu, masih cerita tentang ummu sulaim, saat anaknya meninggal dunia karena sakit beliau tidak terlalu risau. Waktu itu suaminya, Abu Thalhah sedang tidak dirumah, ia sedang kerja atau melakukan perjalanan jauh. Begitu sampai di rumah sikap yang ditunjukkan oleh Ummu Sulaim sangat manis. Ia tidak menunjukkan kesedihan melainkan sangat menyenangkan suaminya. Ia melayani suaminya dengan baik lalu menghiburnya dan mengajaknya melewatkan malam berdua. Ia menyembunyikan rahasia itu hingga suaminya sudah siap akan berita tentang anaknya. Keesokan harinya, suaminya bertanya tentang anaknya, "Dimana anak kita?" lalu Ummu Sulaim menjawab, "Suamiku, jika engkau dititipi suatu barang oleh seseorang lalu barang itu dimintanya kembali apakah engkau akan memberikannya?" Abu Thalhah menjawab, "Ya tentu."
"Ketahuilah sayang, anak kita telah meninggal kemarin karena sakit." jawab ummu sulaim dengan tenang. Begitu mendengar jawaban itu Abu Thalhah langsung marah, kenapa ia tidak mengatakannya dari awal? lalu Abu Thalhah pergi ke rumah Rasulullah dan menceritakan hal demikian pada beliau. Jawab Rasulullah, "Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua." Artinya Rasulullah tidak menyalahkan tindakan ummu sulaim dan mendokan semoga mereka mendapat ganti dengan anak yang lebih baik. Dan akhirnya Ummu sulaim hamil lagi, dikaruniai anak laki-laki oleh Allah dan nantinya ia akan menjadi seorang yang cerdas dan mempunyai iman yang kuat.

Nah, begitu saya mengambil hikmah dari cerita Rumaisha Ummu Sulaim tersebut, dan berharap anak saya akan menjadi seorang wanita yang bisa mengontrol perasaan nya, bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya, dan mempunyai kecintaan terhadap Islam layaknya sahabiyah-sahabiyah Nabi tersebut, maka saya ambil sebagian nama depannya yaitu Rumaisha. Hfff...
Jika digabung, maka nama anak saya menjadi Rumaisha Hafidzatus Syarik. Silsilahnya ya seperti yang saya ceritakan tersebut diatas. Namun ada orang pinter yang mengritik saya, nama Hafidzatus Syarik berasalah dari kata Hafidzah, yang mereka mengartikan sebagai penjaga. Lalu Syarik, artinya adalah sebuah sekutu atau kesyirikan. Jadi jika digabung, hafidzatus Syarik adalah penjaga persekutuan. Haduwwwh, lemes saya. Cukup membuat saya ragu.
Kok artinya bertolak belakang dengan maksud saya, ini yang membuat saya dilema. Padahal akte kelahirannya sudah jadi yang dulu membuatnya dengan susah payah, lalu bagaimana? prosedur di Indonesia sendiri kalau masalah administrasi sangat rumit, salah satu huruf saja kalau mau mengganti bisa nambah duit banyak, dan menyusahkan. Kok jadi bertolak belakang sih, sama maksud saya. Ada yang memberi usul juga syarik nya diganti dengan syarif, mengingat bapaknya namanya Arif, jadi pas. Kalau digabung Hafidzatus Syarif artinya penjaga kebijaksanaan, bagus juga tapi itu tadi kepuasanku menemukan nama untuk anakku jadi kabur. Baiknya gimana ya??? sedangkan sekarang usianya sudah 4 tahun, dan mau masuki dunia formil.
Apakah tetap kupertahankan atau kuubah namanya? Apakah nama mempengaruhi tabiat orangnya? jika mengingat arti secara harfiahnya ternyata sangat bertolak belakang dengan yang saya inginkan. Saya sangat mengharapkan anak saya lebih mencintai Allah dan RasulNya lebih dari segalanya, bukan malah menjaga persekutuan. Aaaaa..... Tidak!!!

baca juga : Kebahagiaan seseorang

No comments:

Post a Comment