body{display:block; -khtml-user-select:none; -webkit-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; -o-user-select:none; user-select:none; unselectable:on;}

Wednesday 4 March 2015

Memahami untuk memaklumi

Hidup berumah tangga dilalui dengan menikah yang bertujuan membina dan menjalin kasih sayang dari dua individu yang mempunyai latar belakang yang berbeda. Mereka disatukan dalam satu ikatan yang suci yakni tali pernikahan. Masing-masing individu tersebut mempunyai kelebihan dan tentunya tak lepas dari kekurangan. Salah satu cara membina pernikahan adalah menutup kekurangan satu sama lain dan saling melengkapi untuk menghasilkan hal yang baru dan yang baik dalam kehidupan. Bisa diartikan juga bahwa mereka adalah satu kesatuan yang saling menopang demi tercipta nya sebuah perubahan baik di bumi ini.

Namun hal ini tidak sesederhana apa yang kita pikirkan, kelemahan yang ada pada diri pasangan terkadang terlupakan dan kita menuntut kesempurnaan darinya. Hal ini muncul ketika ego dan emosi kita mendominasi. Bahkan sampai-sampai melupakan kewajiban yang melekat terhadap dirinya sehingga berujung pada pertengkaran yang berpotensi memecah hubungan (perceraian).

Seandainya kita saling menyadari bahwa satu sama lain masing-masing mempunyai kelemahan. Bukan suatu yang mustahil jika suatu saat dirinya juga akan melakukan kesalahan yang sama atau bahkan lebih fatal. Jika sudah terjadi demikian, pasti kita berharap juga untuk dimaafkan. Jadi disini pentingnya rasa empati untuk memicu sikap pemaaf diantara kita dalam membina keluarga agar tetap harmonis. 

Mungkin perlu dipikirkan dua kali bagi seorang istri jika muncul emosi dan memicu marah kepada suami. Sebagai seorang istri, kita wajib mengoreksi dulu kewajiban apa yang mungkin belum tertunaikan atau hal apa yang membuat suami marah, jika memang kita benar lantas berfikir tentang apa yang harus dilakukan saat suami marah dengan kita. Ini perlu pemikiran dan pengendalian ekstra. Coba bayangkan jika marah yang muncul hingga menimbulkan perpecahan hingga berujung pada perceraian siapa yang rugi? ya kalau kita pada posisi benar, kalau kita pada posisi salah saat perceraian terjadi? apakah kehidupan masih memihak pada kita? kehidupan akan semakin terpuruk dan yang akan menjadi korban adalah anak-anak kita. Selain itu harga diri kita juga akan rendah. Di negara kita, seorang wanita menyandang status janda akan lebih dilecehkan dari pada statusnya masih gadis. Kalau sudah begini mana jalan kita menuju syurga? semua masalah pasti ada solusinya, Kawan. Maka kita kembalikan sikap kita terhadap moto kita, maksudnya kalau saya sendiri punya motto pengendali diri agar lebih mudah mengontrol emosi, karena memang saya menyadari bahwa saya tipe temperamental.

Mungkin itu dulu sedikit ulasan dari saya mengenai salah satu cara membina rumah tangga. Saya berharap pada Allah untuk selalu memberikan hidayah untuk selalu bertahan dalam kebaikan hingga akhir hayat.

baca juga : Terjebak dalam masalah dunia

No comments:

Post a Comment